Kamis, 14 Mei 2009

FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH

Sejarah berasal dari bahasa Arab “syajaratun” yang berarti pohon. Kata ini memberikan gambaran pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia dengan “pohon” yang tumbuh dari biji yang kecil menjadi pohon yang rindang dan berkesinambungan. Oleh karena itu, untuk dapat menangkap pelajaran atau pesan-pesan sejarah di dalamnya memerlukan kemampuan pesan-pesan yang tersirat sebagai ibarat atau ibroh di dalamnya.

Menurut Muthahhari, ada tiga cara mendefinisikan sejarah dan ada tiga disiplin kesejarahan yang saling berkaitan, yaitu pertama, sejarah tradisional (tarikh naqli) adalah pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini. Kedua, sejarah ilmiah (tarikh ilmy), yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau yang diperoleh melalui pendekatan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau. Ketiga, filsafat sejarah (tarikh falsafi), yaitu pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat dari satu tahap ke tahap lain, ia membahas hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, ia adalah ilmu tentang menjadi masyarakat, bukan tentang mewujudnya saja.

Sejarah dalam kerangka filosofis adalah sejarah dalam pengertian sebagai filsafat sejarah. Filsafat sejarah mengandung dua spesialisasi. Pertama, sejarah yang berusaha untuk memastikan suatu tujuan umum yang mengurus dan menguasai semua kejadian dan seluruh jalannya sejarah. Usaha ini sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Kedua, sejarah yang bertujuan untuk menguji serta menghargai metode ilmu sejarah dan kepastian dari kesimpulan-kesimpulannya.
Dalam kajian-kajian modern, filsafat sejarah menjadi suatu tema yang mengandung dua segi yang berbeda dari kajian tentang sejarah. Segi yang pertama berkenaan dengan kajian metodologi penelitian ilmu ini dari tujuan filosofis. Ringkasnya, dalam segi ini terkandung pengujian yang kritis atas metode sejarawan. Pengujian yang kritis ini termasuk dalam bidang kegiatan analitis dari filsafat, yakni kegiatan yang mewarnai pemikiran filosofis pada zaman modern dengan cara khususnya, di mana si pemikir menaruh perhatian untuk menganalisis apa yang bisa disebut dengan sarana-sarana intelektual manusia. Ia mempelajari tabiat pemikiran, hukum-hukum logika, keserasian dan hubungan-hubungan antara pikiran-pikiran manusia dengan kenyataan, tabiat, realitas, dan kelayakan metode yang dipergunakan dalam mengantarkan pada pengetahuan yang benar.
Dari segi yang lain, filsafat sejarah berupaya menemukan komposisi setiap ilmu pengetahuan dan pengalaman umum manusia. Di sini perhatian lebih diarahkan pada kesimpulan dan bukannya pada penelitian tentang metode atau sarana-sarana yang digunakan seperti yang digunakan dalam metode analitis filsafat. Dalam kegiatan konstruktif, filosof sejarah bisa mencari pendapat yang paling komprehensif yang bisa menjelaskan tentang makna hidup dan tujuannya.

Filsafat Sejarah adalah tinjauan terhadap peristiwa histories secara filosofis untuk mengetahui faktor-faktor kejadian pada masa lampau maupun masa kini.
Menurut Bertrand Russell, filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya tidak bisa dipastikan. Namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu. Semua pengetahuan definitif termasuk ke dalam sains. Semua dogma yang melampaui pengetahuan definitif termasuk ke dalam teologi.

Di antara teologi dan sains itulah terdapat wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun, yang tidak terlindung dari serangan di kedua sisinya. Wilayah tak bertuan ini adalah filsafat.

Filsafat, yang berbeda dari teologi, mulai berkembang di Yunani pada abad ke-6 SM. Setelah memasuki zaman kuno, filsafat kembali ditenggelamkan oleh teologi ketika agama Kristen bangkit dan Roma Jatuh. Periode kejayaan filsafat yang kedua, abad ke-11 hingga ke-14, didominasi oleh gereja Katholik, kecuali selama masa kekuasaan beberapa pemberontak besar, seperti Kaisar Frederick II (1195-1250).
Periode ini diakhiri dengan kebingungan-kebingungan yang berpuncak pada Reformasi. Beberapa filosof pada periode ini bercirikan ortodoks dari sudut pandang Katholik. Dalam pemikiran mereka, negara sekuler lebih penting daripada gereja (hlm. xvi). Ini merupakan penyakit jiwa, dan, dari titik ekstrem ini filsafat berupaya masuk ke dalam dunia akal sehat sehari-hari.
Filsafat sejarah tidak dapat dipisahkan dari rangkaian ilmu filsafat yang lainnya. Sejarah merupakan unsur dari masa lampau dan masa yang akan datang, begitu juga dengan filsafat. Filsafat selalu berkaitan dengan ruang dan waktu, jelas sekali bahwa filsafat juga merupakan unsur dari masa lalu dan masa yag akan datang. Oleh karena itu filsafat dan sejarah erat sekali hubungannya.

1.Sejarah Filsafat Pra Yunani Kuno
Berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM, disebut juga zaman batu, karena pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Selanjutnya pada abad ke 15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk berbagai peralatan, yang pertama kali digunakan di Irak. Pada abad ke 6 SM di Yunani lahirlah filsafat, disebut the greek miracle. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di Yunani, yaitu:
a. Mitologi bangsa Yunani
b. Kesusastraan Yunani
c. Pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu sudah sampai di Timur Kuno.

2. Yunani Kuno
Zaman Yunani Kuno merupakan awal kebangkitan filsafat secara umum, karena menjawab persoalan disekitarnya dengan rasio dan meninggalkan kepercayaan terhadap mitologi atau tahyul yang irrasional. Selanjutnya, Pada waktu Athena dipimpin oleh Perikles kegiatan politik dan filsafat dapat berkembang dengan baik. Terakhir Zaman Hellenisme, disebut sebagai zaman keemasan kebudayaan Yunani, dengan tokoh yang berjasa adalah Iskandar Agung (356 – 323 SM) dari Macedonia, salah seorang murid Aristoteles.

3. Zaman Pertengahan
Ditandai dengan tampilnya pada teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwannya hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia atau abdi agama.

4. Zaman Renaissance
Renaissance berarti lahir kembali (rebirth), yaitu dilahirkannya kembali sebagai manusia yang bebas untuk berpikir. Zaman ini menjadi indikator bangkitnya kembali independensi rasionalitas manusia, karena sudah tercatat banyaknya penemuan spektakuler, seperti teori heliosentris oleh Copernicus, yang merupakan pemikiran revolusioner, dan kemudian didukung oleh Johanes Kepler (1571 – 1630) dan Galileo Galilei (1564 – 1642).


5. Zaman Modern
Dikenal juga sebagai masa Rasionalisme, yang tumbuh di zaman modern dengan tokoh utama yaitu Rene Descartes (1596 – 1650) yang dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern, Spinoza (1633 – 1677), dan Leibniz (1646 - 1716). Descartes memperkenalkan metode berpikir deduktif logis yang umumnya diterapkan untuk ilmu alam.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat.
Beberapa tokoh di zaman modern antara lain adalah :Rene Descartes - Baruch de Spinoza- Blaise Pascal - Leibniz - Thomas Hobbes - John Locke - Georg Hegel - Immanuel Kant - Søren Kierkegaard - – Karl Marx- Friedrich Nietzsche - Schopenhauer

6.Kontemporer
Zaman Kontemporer, pada abad ke 20 hingga sekarang, bidang fisika menempati kedudukan paling tinggi dan banyak dibicarakan oleh para filsuf. Menurut Trout, fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta.
Uraian sejarah perkembangan ilmu pengetahuan diatas pembahasannya biasanya mengacu kepada pemikiran filsafat di Barat. Hal ini dapat mencerminkan perkembangan ilmu pengetahuan secara utuh karena dalam filsafat Barat unsur mitos dapat lenyap sama sekali dan menonjol dalam unsur rasio. Diawali dari periode filsafat Yunani yang penting dalam peradaban manusia, karena waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi lebih rasionil. Manusia menjadi lebih proaktif dan kreatif menjadikan alam sebagai objek penelitian dan pengkajian.
Sejarah filsafat merupakan metode yang banyak digunakan dan sangat penting dalam mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan. Sejarah filsafat juga merupakan subject matter dalam belajar filsafat yang merupakan alat untuk mengenal filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Dengan melihat sejarah sebagai suatu urutan kejadian yang saling berhubungan sehingga suatu kejadian tidak terjadi begitu saja dan diartikan sebagai fenomena tersendiri dan mencermati makna dibalik urutan kejadian pemikirannya, menjadikan sejarah sebagai suatu metode dalam mempelajari filsafat yang pada akhirnya dapat dipelajari ilmu pengetahuan secara mendalam.
Dari proses ini kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat, yang pada akhirnya dapat dinikmati dalam bentuk teknologi.
Beberapa tokoh dalam kontemporer antara lain adalah :
Michel Foucault - Martin Heidegger - Karl Popper -Bertrand Russell - Jean-Paul Sartre – Albert Camus - Jurgen Habermas - Richard Rotry- Feyerabend.
Sejarah mengungkapkan masa lalu dan masa yang akan datang. Begitu juga dengan filsafat, dalam filsafat juga dibahas tentang hakikat ruang dan waktu. Jadi filsafat erat sekali kaitannya dengan waktu yang itu berarti bahwa dalam filsafat juga dapat membahas tentang masa lalu dan masa yang akan datang. Filsafat dalam sejarah juga dapat dipandang sebagai ilmu dari semua hal yang mengungkapkan masa lalu dan masa yang akan datang. Sejarah dapat mengkaji materinya dalam sisi filsafat, karena filsafat bersifat terbuka dan dapat menggali berbagai hakikat. Filsafat sangat berguna dalam mengkaji ilmu-ilmu sejarah.

Rabu, 06 Mei 2009

Elegi Perbincangan Lingkaran

Oleh : Gadis Zhepa Devi

Titik 1 : Kenapa aku cuma seorang diri di sini ?

Titik 2 : Tidak, kamu tidak sendirian titik 1. Aku berada di dekatmu.

Titik 1 : Siapakah itu yang berbicara?

Titik 2 : Aku adalah titik 2, aku sama dengan dirimu titik 1. Tetapi aku tidak berada di tempatmu. Aku bisa saja berada di dekatmu atau mungkin jauh darimu. Aku bisa sejajar dengan mu atau mungkin bisa tegak lurus dengan mu.

Titik 1 : Jadi aku tidak sendirian di sini, aku mempunyai teman. Titik 2 kau adalah temanku.

Titik 2 : Ya, aku adalah temanmu titik 1.

Titik 1 : Lalu,apakah kita cuma berdua saja di sini ?

Titik 3 : Tidak, kalian tidak hanya sendirian. Aku berada di dekat kalian.

Titik 1 & 2 : Siapakah itu yang berbicara ?

Titik 3 : Aku adalah titik 3, aku sama dengan kalian titik 1 dan titik 2. Tetapi aku tidak berada di tempat kalian. Aku bisa saja berada di dekat kalian atau mungkin jauh dari kalian. Aku bisa sejajar dengan kalian atau mungkin tegak lurus dengan kalian.

Titik 1 & 2 : Jadi kami tidak hanya berdua di sini, kita mempunyai teman. Titik 3 kau adalah teman kami.

Titik 3 : Benar, aku adalah teman kalian titik 1 dan titik 2.

Titik 1 : Tetapi, apakah kita cuma bertiga saja di tempat ini ?

Titik 4 : Tidak, aku berada di dekat kalian jadi kalian tidak hanya bertiga.

Titik 1, 2 & 3 : Siapakah itu yang ikut berbicara?

Titik 4 : Aku adalah titik 4, maaf kalau kehadiranku mengagetkan kalian. Tetapi aku sebenarnya sudah berada di dekat kalian hanya saja kalian tidak menyadarinya.

Titik 1, 2 & 3 : Apakah benar kau berada di dekat kami ?

Titik 4 : Ya, aku berada di dekat kalian atau mungkin juga bisa berada jauh dari kalian. Aku sama dengan kalian, aku bisa sejajar dengan kalian atau mungkin tegak lurus dengan kalian.

Titik 2 : Berarti, kau adalah teman kami titik 4.

Titik 4 : Ya, aku adalah teman kalian.

Titik 3 : Lalu apakah kita hanya berempat saja ? Ataukah kita masih punya teman- teman yang lain seperti kita ini ?

Titik 1, 2 & 4 : Kami juga tidak tahu, mari kita tunggu saja!
……………………………………………………………………………………………….
Titik ke-n : Aku adalah teman kalian yang kesekian banyaknya. Sebelum aku tentu saja masih banyak teman-teman yang sama dengan kita. Tetapi mereka hanya menitipkan salam untuk kalian. Dan kalian harus menganggap keberadaan mereka, karena mereka memang sebenar-benarnya ada.

Titik 1, 2, 3 & 4 : Siapakah itu yang sedang berbicara ? Kenapa kau mengagetkan kami?

Titik ke-n : Maaf jika kehadiranku membuat kalian terkejut. Tetapi sebenar-benarnya aku sudah ada di sekitar kalian. Aku adalah titk ke-n.

Titik 3 : Titik ke-n ? Apakah kau adalah teman kami yang kami tunggu-tunggu.

Titik ke-n : Ya, akulah teman kalian. Aku sama dengan kalian. Aku berada di dekat kalian atau mungkin juga jauh dari kalian, yang jelas aku tidak berada di tempat kalian. Aku juga bisa sejajar dengan kalian atau mungkin juga tegak lurus dengan kalian.

Titik 2 : Akhirnya kita mempunyai banyak teman, sampai teman kita titik ke-n.

Titik 1 : Ya, kita mempunyai banyak teman tetapi sebenarnya kita semua ini berada di mana ?

Titik 2 & 3 : Benar juga, kita sebenarnya berada di mana ? Titik 4 dan titik ke-n apakah kalian tahu kita sebenarnya di mana ?

Titik 4 & ke-n : Kami juga tidak tahu berada di mana ?

Titik pusat : Kalian berada di bidang datar pada tempat kedudukan, yang masing-masing tempat kedudukan kalian mempunyai jarak yang sama dengan diri ku.

Titik 1 : Siapakah itu yang berbicara ?

Titik pusat : Aku adalah titik pusat. Aku adalah inti dari kalian semua, karena kalian tahu keberadaan kalian dengan adanya diriku.

Titik 2 : Jadi aku berada di bidang datar pada tempat kedudukan dengan jarak tertentu dari mu titik pusat ?

Titik pusat : Ya, benar sekali titik 2.

Titik 3 : Apakah aku juga berada di bidang datar pada tempat kedudukan dengan jarak tertentu dari titik pusat ?

Titik pusat
: Benar titik 3, kau juga berada di bidang datar pada tempat kedudukan dengan jarak tertentu dari ku. Jarak antara titik 2 dan aku, serta jarak antara titik 3 dengan ku adalah sama.

Titik 1 & 4 : Lalu apakah kami juga berada di bidang datar pada tempat kedudukan yang mempunyai jarak tertentu dengan dirimu titik pusat ?

Titik pusat : Ya, kalian juga berada di situ. Tepat seperti yang telah kalian sebutkan.

Titik ke-n : Bagaimana dengan diriku, apakah aku juga seperti mereka ?

Titik pusat : Ya, kau juga berada di bidang datar pada tempat kedudukan yang berjarak sama dengan jaraka antara aku dan titik yang lain.

Titik 3 :Tetapi titik pusat, apakah sebenarnya jarak antara kita ini ?

Titik pusat : Benar juga kau titik 3, aku bahkan tidak tahu apa jarak antara kita ini. Adakah diantara kalian yang mengetahuinya ?

Titik 1 & 2 : Kami tidak tahu, kalian titik 4 dan titik ke-n ?

Titik 4 & ke-n : Kami juga sama sekali tidak tahu.

Orang tua berambut putih : Jarak yang kalian bicarakan itu adalah jari-jari. Perkenalkanlah diri mu jari-jari !

Jari-jari : Perkenalkan aku adalah jari-jari. Aku adalah jarak antara kalian para titik, dari titik 1 hingga titik ke-n dengan titik pusat.

Semua titik : Wah, sekarang kami tahu apa itu jarak antara satu titik dengan titik pusat.

Titik pusat : Jari-jari, lalu apakah kamu tahu sebenarnya tempat kedudukan kita ini apa ?

Titik 1 & 2 : Benar sekali, kami juga bertanya-tanya. Apakah sebenarnya tempat kedudukan itu ?

Titik 3,4 & titik ke-n : Kami juga ungin mengajukan pertanyaan tersebut. Jari-jari apakah kamu tahu jawabannya ?

Jari-jari : Maafkan aku teman-teman jika membuat kecewa. Aku tidak tahu tempat kedudukan kita. Bagaimana jika kita berttanya kepada orang tua berambut putih ?

Semua titik : Setuju…..

Jari-jari : Orang tua berambut putih, apakah tempat kedudukan kami para titik yang mempunyai jarak yang sama terhadap titik pusat pada bidang datar ?

Orang tua berambut putih : Wah kalian sangat jeli rupanya. Tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama dengan titik tertentu atau titik pusat adalah LINGKARAN.

Semua titik : Jadi LINGKARAN

Jari-jari : Apakah lingkaran dapat memperkenalkan dirinya ?

Lingkaran : Ya, aku adalah tempat kedudukan titik-titik yang berjarak (jari-jari) sama dengan titik tertentu (titik pusat) yang terletak pada bidang datar.

PEMIKIRAN PARA FILSUF DARI WAKTU KE WAKTU

Oleh : Gadis Zhepa Devi

Dalam sejarah, filsafat secara garis besar dapat digolongkan sesuai zaman atau era ke dalam kelompok sebagai berikut :
1. Filsafat Kuno/ Klasik
2. Filsafat Abad Pertengahan
3. Filsafat Modern dan Kontemporer
Di masa-masa tersebut munculah para filsuf yang menonjol dari masing-masing zaman. Tetapi pemikiran-pemikiran para filsuf saling mengisi antara yang satu dengan yang lain. Untuk mengetahui pendapat-pendapat para filsuf tersebut kurang lebih dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Filsafat Kuno
Filsafat kuno melahirkan filsuf-filsuf yang pemikirannya cukup menggebrak, diantaranya adalah:

a. Thales (624-546)
Berasal dari Mellitus, Thales digelari Bapak Filsafat karena dia adalah perintis dalam berfilsafat. Gelar tersebut diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang jarang diperhatikan orang lain apalagi di zaman sekarang. Pertanyaan tersebut adalah “Apakah sebenarnya bahan alam semesta ini?” Thales berpendapat bahwa bahan utama dari alam semesta ini adalah air.

b. Heraclitus (540-460)
Heraclitus berpendapat bahwa di dunia ini segala sesuatunya mengalami perubahan, tidak ada yang tetap. Untuk dasar dari alam semesta menerut Heraclitus berasal dari api. Heraclitus berpendapat bahwa api selalu bergerak dan berubah dan tidak tetap. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi keterangan dari sedalam-dalamnya adalah yang dapat bergerak atau berubah. Penyelidikan Heraklitus lebih mendalam dari pada para pendahulunya. Di sini dia mencoba member keterangan pada keterangan ada yang sebenarnya, ada menurut Haraclitus adalah tidak terdapat. Paham relativitas semakin mendasar setelah Heraclitus berpendapat bahwa alam semesta selalu berubah , sesuatu yang dingin bisa menjadi panas dan juga sebaliknya.

c. Permenides (540-?)
Permenides adalah tokoh relativisme yang penting, selain itu dia juga dikatakan sebagai lawan pertama dalam sejarah filsafat. Bahkan dapat disebut filsuf pertama dalam pengertian modern. Permenides mengatkui adanya pengetahuan yang bersifat tidak tetap dan berubah-ubah serta pengetahuan mengenai yang tetap adalah pengetahuan indera dan pengetahuan budi. Pengetahuan indera tidak dapat dipercaya karena beberapa kali orang tidak dapat menemukan kebenaran dengan mengikuti inderanya. Menurutnya pengetahuan itu ada dua yaitu pengetahuan yang sebenarnya dan pengetahuan yang bersifat semu. Sebab itu yang dimaksud dengan realitas bukanlah yang berubah dan bergerak serta beralih dan bermacikuti inderanya. Menurutnya pengetahuan itu ada dua yaitu pengetahuan yang sebenarnya dan pengetahuan yang bersifat semu. Sebab itu yang dimaksud dengan realitas bukanlah yang berubah dan bergerak serta beralih dan bermacam-macam melainkan yang tetap. Realitas bukanlah menjadi melainkan ada.

d. Socrates (470-399)
Ajaran Socrates dipusatkan pada manusia, ia mencari pengertian yang murni dan sebenarnya. Adapun caranya adalah dengan mengamati yang konkrit dan bermacam-macam objeknya maka timbul pengertian yang sejati itu. Itulah sebabnya Socrates harus bangkit dan menyakinkan orang-orang bahwa tidak semua kebenaran itu relative. Ada kebenaran yang umum dipegang oleh semua orang. Pemuda-pemuda Athena pada saat itu dipimpin oleh doktrin relativismedari kaum sofis, sedangkan Socrates adalah seorang penganut moral yang absolutdan meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Socrates memulai filsafatnya dengan sesuatu yang berbeda dari pengalaman sehai dan keahlian dalam pengetahuan. Socrates memulai filsafatnya dengan sesuatu yang berbeda dari pengalaman sehari-hari. Akan tetapi ada perbedaaan yang amat penting antara sofis dan Socrates.

e. Plato (428-347)
Plato adalah seorang murid dan teman dari Socrates, memperkuat pendapat dari gurunya itu menurut Plato kebenaran umum itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif seperti Socrates. Pengertian yang umum itu sudah ada dalam ide. Bagaimana manusia mencapai ide. Menurut Plato jiwa manusia itu dahulu ada di dunia ide. Jiwa yang kenal akan ide dan sekarang bertemu dengan bayang-bayangnya, maka akan teringat akan ide yang dulu pernah dikenalnya. Jadi menurut Plato mencapai pengertian (ide) di dunia pengalaman ini tidak lain daripada ingat.

f. Aristoteles (384-322)
Ajaran Aristoteles tentang logika berdasarkan atas ajaran tentang jalan pikiran dan bukti. Jalan pikiran baginya berupa putusan dua yang tersusun sehingga melahirkan keputusan yang ketiga. Untuk menggunakan syllogismus dengan baik harus diketahui dengan benar sifat dari keputusan itu sendiri. Menurut Aristoteles yang sungguh-sungguh ada itu bukanlah yang umum, melainkan diri kita sendiri yang sebenarnya. Pendapat ini bertentangan dengan pendapat gurunya. Dunia ide rc

2. Filsafat Abad Pertengahan
Permulaan abad pertengahan dapat dimulai sejak Platinus yang selanjutnya diikuti oleh para filsuf lainnya.

a. Plotinus (205-270)
Filsafat Plotinus mendasarkan pendapat nya pada filsafat Plato terutama dalam ajarannya tentang idea tertinggi baik atau kebenaran. Itulah sebabnya maka filsafat Plotinus merupakan platonismme. Walaupun Plotinus mempergunakan istilah-istilah Plato dan mempergunakan juga dasar-dasar pikirannya, akan tetapi ia memajukan banyak banyak hal yang sebelumnya tidak diselikidi oleh filsafat Kuno (Yunani). Oleh Plotinus pikiran diarahkan pada Tuhan dan Tuhanlah yang menjadi dasar dari sesuatu.

b. St. Augustine (354-430)
Ajaran Augustinus lebih memperlihatkan system yang merupakan keseluruhan. Dalam logikanya Augustinus memerangi skeptic, menurut pendapatnya skeptis mengandung pertentangan dan kemustahilan. Skeptis menganjurkan serba keragu-raguan tentang segalanya. Menurut Augustinus dalam budi mencapai kebenaran dan kepastian. Kebenaran dan kepastian itu dipaparkan dengan putusan-putusan yang benar dan tidak berubah. Realitas itu harus rohani dan merupakan pesona sumber segala hidup dan berfikir.

c. Amselmus (1033-1109)
Menurut Amselmus budi dapat dipergunakan dan harus dipergunakan dalam keagamaan. Itu tidak berarti berarti bahwa budi saja dapat mencapai kebenaran keagamaan seluruhnya. Bahkan agama dan kebenaran dapat menolong budi, ssehingga demi kepercayaan orang mempunyai pengertian-pengertian lebih jelas. Hubungan budi dan kepercayaan dirumuskan oleh Anselmus sebagai “kepercayaan mencari budi”. Maksudnya adalah orang yang mempunyai kepercayaan agama itu mungkin lebih mengerti tentang sesuatu. Agama menolong dia untuk lebih mengerti tentang Tuhan, manusia dan dunia.

d. Thomas Aquinas (1225-1308)
Menurut Thomas Tuhan menciptakan segala sesuatu tanpa mempergunakan bahan. Oleh karena itu Tuhan Maha Baik, kebaikan yang sempurna maka segala sesuatu yang diciptakanNya juga baik. Dalam system Thomas memang boleh dikatakan ada dualisme dalam manusia, tetapi dualisme ini merupakan kesatuan bukanlah dualisme yang pararel. Jika kesatuann jiwa dan badan itu demikian erat maka dengan sendirinya tidak ada suatu pengetahuan masuk ke dalam akal jika tidak melalui badan lebih dulu. Bagi Thomas ini merupakan patokan yang sangat jelas.


3. Filsafat Modern dan Kontemporer
Yang menjadi dasar aliran baru ini adalah kesadaran atas individual dan konkrit. Yang utama ialah pengetahuan tentang satu per satu sebabb pengetahuan ini mencapai hal yang sebenarnya. Ilmu mempunyai objek satu per satu bukanlah umum. Adapun tokoh yang menjadi perhatian pada masa ini antara lain :

a. Francis Bacon (1561-1626)
Sebagai pejabat tinggi Bacon tidak terlalu mengutamakan kebenaran yang terpenting baginya adalah gunannya. Dengan demikian bagi Bacon cara mencapai pengetahuan itu segera Nampak dengan jelas. Pengetahuan itu dicapai dengan induksi, karena sudah terlalu lama Bacon terpengaruh oleh system deduktif. Dalam hidup ini orang masih juga mempergunakan hal-hal yang umum dan mutlak. Tetapi itu sebenarnya adalah sebuah kekeliruan, Bacon menyebut hal tersebut dengan istilah idol.

b. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes adalah anak seorang pendeta yang tertarik pada kesusastraan dan filsafat, dia mengikuti nomensalisme. Bukanlah yang abstrak dan umum yang sungguh-sungguh ada. Pengertian umum itu hanya nama belaka, yang sesungguhnya ada ialah hal itu sendiri. Ada yang menyebut Hobbes sebagai aliran sensualisme karena dia mengutamakan indera dalam pengetahuan. Tetapi dalam hal ini dapat dianggap salah oleh kaum empirisme yang mengatakan bahwa hubungan dengan indera itulah yang menjadi pangkal dari pengetahuan.

c. Immanuel Kant (1724-1804)
Pada awalnya Immanuel Kant menganut rasionalisme tetapi karena terinspirasi oleh Hume dia akhirnya menganut empirisme. Meskipun begitu empirisme tidak diterimanya begitu saja karena diketahui bahwa empirisme membawa keragu-keraguan dalam budi. Kant mengakui kebenaran ilmu, dia mengakui bahwa budii dapat mencapai kebenaran. Ada syarat-syarat untuk mencapai kebenaran tersebut. Maka Kant menyelidiki pengetahuan budi serta akan diterangkan apa sebabnya pengetahuan budi tersebut ada. Itulah sebabnya aliran ini disebut kriticisme. Pengetahuan dipaparkan dengan keputusan maka itulah yang diselidiki terlebih dahulu mengenai sifat-sifat keputusan. Keputusan merupakan rangkaian pengertian subjek dan predikat. Rangkaian itu mungkin analistik yaitu jika predikatnya sudah tercantum dengan mengikuti subjeknya. Tetapi keputusan yang analitik itu sebenarnya bagi subjek tidak menambah sesuatu yang baru. Keputusan sintetik ini dicapai orang melalui pengalaman, setelah ada pengalaman orang dapat membuat keputusan. Adapun keputusan analitik diambil setiap individu tidak melalui pengalaman cukup dengan menganalisa saja.

d. Auguste Comte (1798-1857)
Menurut Comte supaya tercipta masyarakat baru yang teratur, haruslah terlebih dahulu diperbaiki jiwa atau budinya. Adapun budi tersebut mengalami tiga tingkatan dan tingkatan tersebut terdapat dalam hidup manusia dan sejarah manusia. Tingkat pertama adalah teologi yang menerangkan segalanya dengan pengaruh dan sebab yang melebihi kodrat. Tingkat kedua adalah metafisika yang hendak menerangkan segala sesuatunya melalui abstraksi. Tingkat ketiga yaitu positif yang menghiraukan yang sebenarnya serta sebab akibat yang sudah ditentukan. Saat ini haruslah menggunakan ilmu secara positif, dan yang bersifat tidak positif haruslah kita tinggalkan.




Sumber :
Prof.I.R.Poedjawijatna.2002.Pembimbing ke Arah Alam Filsafat.Jakarta:Rineka Cipta.